Dalam sunyi sebuah pagi, ada seorang lelaki sederhana yang dikenal penduduk kampung bukan karena hartanya, bukan pula karena kedudukannya, melainkan karena kelembutan lisannya. Ia bernama Kang Hasan, seorang pedagang kecil di pasar yang tutur katanya menyejukkan hati, bahkan saat berhadapan dengan orang yang membentaknya. Tak pernah sekali pun terdengar darinya kalimat yang menyakiti, apalagi fitnah atau ghibah. Di tengah hiruk pikuk dunia yang penuh suara, Kang Hasan memilih diam bila tak ada manfaat yang bisa ia ucapkan, Orang-orang sering berkata, “Kang Hasan itu seperti air di padang gersang, lisannya menyejukkan.” Padahal, ia hanyalah seseorang yang memahami dengan sungguh sabda Nabi ï·º, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pagi itu juga, saat saya sedang mengendarai sepeda motor,
bertemu dengan Kang Hasan, yang masih sibuk melayani pelanggan dipasar,
terlihat sikap santun dan ramah kepada setiap pembeli membuat orang-orang
melewati jalanan pasar itu mampir dan duduk dilapak kang hasan, ada juga yang tidak membeli
apa-apa Cuma sekedar duduk, dan ngobrol kepada kang hasan, yang hanya senyum
dan sedikit sekali komentar untuk membalas kata-kata atau kalimat dari orang
yang mengajak nya berbicara, sangat sedikit kita menjumpai orang seperti kang
hasan di dunia ini , sedikit berbicara banyak senyum nya
Demikianlah,
Kang Hasan menjadi pelita. Bukan karena banyak bicara, tapi karena ia menjaga
satu hal yang paling ringan diucap, tapi paling berat hisabnya, lisan ini
memang tidak bertulang, namun saat salah dan tidak tepat dalam menempatkan
posisi nya maka rasa tusukanya ini sakitnya bisa tujuh keturuan tidak hilang,
kita kadang tidak menyadari dalam canda dan gurauan terhadap teman-teman di
kantor, atau ditempat kita masing-masing, ada celetukan kata menjadi kalimat
yang menyakiti hati lawan bicara kita, menyayat perasaanya sehingga menoreh
rasa sedih dan gulana dalam jiwa nya, terkadang juga pada pasangan kita tidak
sedikit orang mengalami keretakan dalam rumah tangga bahkan perpisahan dan
perceraian akibat kata-kata yang tidak tepat pada posisinya.
Sering terjadi dilingkungan kehidupan
kita perkra lisan memang sulit dikendalikan, contoh kecil saat ketika kita
mendapat kan surat undangan resepsi pernikahan atau hajatan lalinya dari
kerabat atau tetangga kita dikampung, lebih banyak mana ucapan terimakasih atau
komentar lebih terhadapa kertas undangan yang diberikan kepada kita, “mmmm
alah..undangan seperti ini berapalah harganya...” walau hanya setakat ucapan
demikian itu tapi sudah cukup syarat untuk menoreh luka dan dosa pada diri
kita, bagaiman....apakah kita pernah melakukan hal demikia...
Tak hanya itu, ke esokan harinya pas
tepatnya kita berangkat ke tempat resepsi hajatan itu, juga tak sedikit
diantara kita yang lebih banyak komentarnya daripada rasa syukurnya, barangkali
ketika kita sampai, yang pertama kali dituju adalah tempat juadah hidangan
disiapkan, ini juga bisa menjadi sasaran ladang dosa bagi kita, tidak jarang
diantara kita yang mengomentari, mulai dari piring yang basah karena tidak
dilap kering oleh panitia hajatan, bergeser kepada nasi yang dikomentari
“..nasi nya kuning, keras dan kurang mateng dan lain-lain”...hh...belum lagi
ketika mengambil sambel dendeng yang tipis seperti daun, ....bahkan ketika
duduk mau makan saja sempat kita melontarkan komentar kepada kedua mempelai
yang sedang duduk bersanding dengan indah cantik dan tampan, .....mmm kenapa
lah pengantin nya jadi tidak bagus, dengan dandanan seperti itu, padahal kalau
tidak didandani pengantinya cantik, ni andam dari mana laaa...yang dipakai....samapai
segitu terkadang kita berkomentar, belum lagi permasalahan berkat yang hanya
isinya tumisan Mi atau hanya telur rebus saja...hhhhh... jika dihitung-hitung
bisa hangus tiket kita menuju syurga hanya karena dengan kalimat yang keluar dari lisan kita.
Menjaga lisan adalah bagian dari tiket
untuk menuju syurga, dalam potongan hadis saya pernah membaca diantara golongan
orang yang dirindui syurga adalah mereka orang yang menjaga lisan Hafidzil lIsan...bahkan dalam Al-Qur’an
juga disebutkan salah satu penyebab terjerumusnya manusia masuk kedalam Neraka
karena waktu didunia tidak menjaga lisan dan senagn berbicara yang tidak ada
manfaatnya Wakunna Nakhudu Ma’al
Khoidin...
Terimaksaih kang Hasan yang telah
memberikan ilmu dan pelajaran berharga lewat sikaf dan prilaku, semoga kang
Hasan tetap sehat, berkah dalam usaha dan bahagia bersama keluarga....
#SudutkotaSelatpanjang








Tidak ada komentar:
Posting Komentar